KD. 2.5 Menampilkan Peran Serta
Dalam Upaya Pemberantasan Korupsi Di Indonesia.
Indicator :
1.
Menunjukkan contoh sikap
antikorupsi.
2.
Menunjukkan contoh geraakan /
organisasi antikorupsi.
3.
Menganalisis macam-macam
perbuatan antikorupsi.
4.
Menampilkan sikap antikorupsi.
Tujuan pembelajaran :
1.
Menunjukkan sikap sesorang dalam
memerangi korupsi.
2.
Menjelaskan macam-macam gerakan /
organisasi antikorupsi.
3.
Menjelaskan bentuk strategi
bentuk organisasi dalam melakukan pemberantasan korupsi.
4.
Menguraikan peran legislative dan
pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi.
1. Menunjukkan
Sikap Sesorang Dalam Memerangi Korupsi
Ø Kejujuran
Kejujuran
adalah nilai yang sudah tidak terlalu dijunjung tinggi oleh masyarakat, saat
ini sepertinya sulit menemukan orang yang masih mengutamakan kejujuran.
Kejujuran merupakan kunci utama dalam mencegah terjadinya korupsi. Kita harus
membiasakan diri untuk berlaku jujur dimanapun kita berada.
Kejujuran
dapat dilakukan mulai dari skala yang terkecil, contohnya tidak mencontek.
Mencontek adalah cikal-bakal dari tindakan korupsi karena mencontek mengajarkan
kepada kita bahwa kita tidak perlu belajar keras untuk mendapatkan nilai yang
bagus, cukup dengan berlaku tidak jujur maka nilai bagus akan kita dapatkan.
Prinsip yang sama juga tertanam di dalam korupsi, yang mengisyaratkan bahwa
kita tidak perlu bersusah-payah membanting tulang untuk mendapatkan uang.
Kejujuran
dapat pula dipupuk di lingkungan sekolah dengan kantin atau koperasi kejujuran.
Dengan demikian kita dapat membiasakan diri berlaku jujur meskipun tidak ada
yang melihatnya.
Ajaran-ajaran
agama dapat pula menumbuhkan sikap jujur. Dalam ajaran agama Islam, Kejujuran
merupakan salah satu dari 5 nilai moral Islam. Dalam agama Kristen, kita
dituntut untuk mempertanggungjawabkan setiap kelakuan kita dihadapan Tuhan,
bukan dihadapan manusia. Dengan demikian kita dituntut untuk berlaku jujur
diamanapun kita berada, karena Tuhan adalah Allah yang maha tahu dan maha ada.
Jika Allah selalu hadir dalam hidup kita, kita tidak akan berani melakukan
kebohongan karena Allah membenci ketidakjujuran itu sendiri. Kejujuran juga
merupakan nilai moral yang dijunjung tinggi di dalam agama lain.
Ø Tanggung
Jawab
Selain
belajar bersikap jujur, kita juga harus menumbuhkan sikap tanggung jawab pada
diri kita. Sikap bertanggung jawab harus dipupuk sejak dini karena perbuatan
korupsi juga berasal dari pelarian tanggung jawab. Korupsi memancarkan sikap
yang pengecut yang tidak mau menanggung segala akibat dari perbuatannya yang
tidak jujur. Bertanggung jawab berarti menanggung apa yang menjadi akibat dari
perbuatan kita.
Saat kita
membuat suatu kesalahan, kita mungkin akan mencoba melarikan diri dari hukuman.
Bertanggung jawab dapat dilakukan dengan belajar mengakui kesalahan kita dan
menanggung hukuman yang seharusnya. Meskipun tidak nyaman, hal ini dianggap
sebagai suatu tindakan yang pemberani sekaligus dapat membentuk suatu pribadi
yang berkarakter dan berintegritas. Kita dapat membantu bertumbuhnya sikap
bertanggung jawab di lingkungan kita dengan menghargai sikap itu sendiri,
misalnya, jika ada seorang teman yang tidak membawa buku dan mengaku kepada
guru, sikap kita seharusnya adalah menghargai kejujuran dan keberaniannya dalam
mengakui kesalahannya. Dengan begitu teman kita akan berusaha mempertahankan
nilai tersebut dalam dirinya.
Ø Bersikap
Kritis
Bersikap
kritis artinya menyikapi segala sesuatu berdasarkan pikiran yang matang dan
logis. Kita harus berpikir secara kritis dalam mengatasi serta memberantas
tindakan yang merupakan cikal-bakal korupsi, maupun korupsi itu sendiri. Kita
harus memikirkan segala cara untuk mempertumbuhkan kedua nilai luhur diatas.
Sikap jujur
dan bertanggung jawab pada kenyataannya sangat sulit untuk dipraktekkan,
apalagi dengan peraturan yang memungkinkan orang-orang yang melanggarnya untuk
melarikan diri dari hukuman. Mengkritisi keadaan ini, sebaiknya kita membuat
peraturan yang memperkecil kesempatan setiap orang untuk lari dari tanggung
jawab dan bersikap tidak jujur. Untuk memperkecil celah ini, kita dapat membuat
peraturan yang bersifat lebih spesifik, atau memberikan hukuman yang lebih
logis dan adil kepada sebuah pelanggaran, dengan tetap mempertahankan pemberian
efek jera pada si pelaku. Pemberian hukuman ini memerlukan pertimbangan yang
matang, dimana pikiran kritis seseorang dituntut untuk dipergunakan.
Untuk
memberantas korupsi, kita harus memperkecil faktor-faktor lainnya yang memicu
hal tersebut, misalnya, seorang karyawan mengkorupsi uang negara karena gajinya
tidak cukup untuk menghidupi keluarganya. Penyelesaian masalah ini dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan gaji para pegawai negeri.
Bagaimana
dengan penyogokan yang sering dilakukan oleh pengemudi saat ia ditilang ?
Selain disebabkan oleh ketidakteraturan kota, perbuatan itu dilandasi oleh
keadaan Jakarta yang begitu sibuk, sehingga tidak ada orang yang mau datang ke
pengadilan hanya karena masalah penilangan, sehingga penyogokan dianggap
menjadi jalan keluar yang tepat. Hal ini dapat menjadi bahan tinjauan ulang
pemerintah DKI Jakarta.
Pemikiran
yang kritis juga harus disertai dengan keberanian mengungkapkan pendapat.
Pemikiran ini tidak akan ada gunanya jika hanya disimpan untuk diri sendiri,
dengan mengungkapkan pendapat kita telah membantu untuk memberikan masukan
dalam menyelesaikan masalah korupsi.
Tentunya
sikap - sikap tersebut akan dapat lebih cepat terwujud jika kita memiliki
seseorang yang dapat dijadikan panutan. Oleh sebab itu, tuntutlah diri kita
masingmasing untuk mewujudkan sikap tersebut dalam diri kita, sehingga setiap
orang yang melihat perwujudan nilai tersebut dalam diri kita akan menghargai
dan meneladani apa yang telah kita perbuat bagi diri bangsa ini.
2.
Menjelaskan
Macam-Macam Gerakan / Organisasi Antikorupsi.
No.
|
Nama
Gerakan/
Organisasi
Anti Korupsi
|
Keterangan
|
1.
|
GEMPITA
(Gerakan Masyarakat Peduli Harta Negara )
|
Berkedudukan
di Jakarta dan diketahui oleh Dr. Albert Hasibuan
|
2.
|
OAK
(Organisasi Anti Korupsi)
|
Berkedudukan
di Jakarta
|
3.
|
ICW
(Indonesian Crruption Watch)
|
NGO/LSM
berkedudukan di Jakarta yang menyaroti korupsi pada sektor kesehatan dan
pendidikan
|
4.
|
SoRAK
(Solidaritas Gerakan Anti Korupsi)
|
Berkedudukan
di Aceh
|
5.
|
SAMAK
(Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi)
|
Berkedududkan
di Aceh
|
6.
|
Masyarakat Transparasi Indomnesia (TMI)
|
NGO/LSM berkedudukan di Jakarta
|
7.
|
Transparency International
Indonesia (TII)
|
NGO/LSM berkedudukan di Jakarta
|
8.
|
Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK), dan
lain-lain
|
Ketidakberdayaan lembaga anati korupsi
melaksanakan fungsi dan perannya itu dipengaruhi, antara lain sebagai berikut.
· LSM/Ornop tidak mempunyain wewenang
untuk memeriksa instalasi pemerintah. Kalaupun berwenang untuk mengawasi, hanya
sebatas dari luar.
· LSM/Ornop memiliki keterbatasan dalam
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Ornop seperti keahlian investigasi
dan auditing ( pemerksa keuangan).
· LSM/Ornop memiliki keterbatasan dalam
mencari sumber dana. Hampir semua aktivitasa LSM/Ornop dijalankan dengan biaya
sendiri tampa dukungan pihak lain, apalagi pemeritah.
· LSM/Ornop kyrang mendapat dukungan dai
masyarakat. Sebagai sebuah gerakan, tentu kekuatan LSM/Ornop ada pada dukungan
publik. Namun yang terjadi adalah kekurangan kepedulian masyarakat terhadap
LSM/Ornop.
4.
Menjelaskan bentuk strategi
bentuk organisasi dalam melakukan pemberantasan korupsi
1. Pemberantasan korupsi pada
dasarnya memang bergantung pada pemimpin. Jadi,ada kehendak
politik,aturan,anggaran,dan kepastian independensi komisi antikorupsi (KPK)
& bebas dari kepentingan politik. Kuncinya adalah strategi yang benar &
kehendak politik yang kuat.
2. Korupsi tidak bisa diatasi
hanya dengan mengandalkan satu lembaga saja.Tidak ada solusi tunggal dalam
memberantas korupsi,sehingga semua sektor perlu dikerahkan.
3. Jangan menoleransi suap
sekecil apapun. Sikap antikorupsi harus dibangun sejak dari sekolah taman
kanak-kanak. Kampanye dengan pemasangan spanduk,tulisan yang dipasang di setiap
instansi “Memberi & menerima uang melanggar hukum karena termasuk suap.
kalau ada keluhan bisa menghubungi nomor HOTLINE…..” membantu perubahan kultur
masyarakat. Kampanye iklan antikorupsi “korupsi merusak keluarga” juga effektif
untuk merubah kultur masyarakat.
4. KPK-institusi antikorupsi
harus bisa mengungkap “big fish” untuk memperlihatkan kesungguhan. Jangan hanya
bisa menghukum penerima suap tetapi juga harus bisa menghukum pemberi suap.
Semua yang terlibat harus diselidiki dalam waktu bersamaan (prof.Tony memberi
tekanan sebagai “strategi penting”..!) ; Semua orang bisa masuk jaring
KPK-institusi antikorupsi,tidak terkecuali parpol mapun presiden atau
keluarganya.
5. KPK-institusi antikorupsi
harus independen,bukan lembaga “ad-hoc”,satu-satunya penyidik yang mempunyai
wewenang menyidik korupsi. POLRI tidak boleh lagi menyidik korupsi ; Polisi
hanya menyelidiki pembunuhan,penculikan,perampokan,dll ; KPK & Pengadilan
Korupsi harus ada dalam konstitusi yang bersifat permanen,tidak boleh bersifat
sementara (=ad-hoc)
6. Harus ada Unit Pengawas yang
berada diluar institusi antikorupsi untuk mengawasi KPK,mereka terdiri dari para tokoh
masyarakat yang kredibel dalam pemberantasan korupsi.
7. LPSK sebagai Lembaga
Perlindungan Saksi harus mempunyai program perlindungan saksi yang bagus,dapat
melindungi saksi pelapor bila terjadi korupsi atau mengetahui korupsi sebuah
institusi atau perorangan. Menjaga kerahasiaan “whistle blower” atau peniup
peluit. Bila si peniup peluit bagian dari kejahatan korupsi itu sendiri,maka
identitasnya hanya bisa dibuka melalui keputusan pengadilan,dengan bukti kuat.
Kalau tidak bisa dirahasiakan karena putusan pengadilan,maka ybs akan masuk
program perlindungan saksi.
8. Hukuman koruptor tidak perlu
hukuman mati,tetapi hukuman itu akan menghilangkan reputasi & harga diri
serta mempermalukan keluarga.
9. Negara wajib menjamin
setidaknya kehidupan minimum pegawai. Negara bisa mendapat uang dari pajak
(yang tidak di korup) sehingga bisa membayar lebih buat pegawai negeri.
10. Pencegahan Korupsi masih
terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di
lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat
kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi
perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah
berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini
merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif.
Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat
memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor).
Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan
praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan
diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya
diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan
peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh
World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi
pencegahan korupsi berjalan semakin baik.
11. Penegakan Hukum. Masih banyak
kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot
sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan
transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan
prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan
(trust) masyarakat terhadap hukum
dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke
arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian
konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka
melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum.
Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik.
Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik.
11. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi
UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk
mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di
dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di
Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu
diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi
selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih
menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur
berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan
klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan
perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia
semakin lengkap dan sesuai dengan
common practice yang terdapat pada negara-negara lain.
common practice yang terdapat pada negara-negara lain.
12. Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset
Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil
tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme
pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC.
Peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari
putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap
perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus
korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu
didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar
kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara
optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset
hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase
tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan
permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi.
Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama
internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan
dengan baik.
13. Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik
korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta
segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai
budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik
melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi
di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap
individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para
individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang
bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya
PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat
keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang
ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia.
Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi
semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk
memerangi tipikor.
14. Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan
Korupsi. Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme
di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan
memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC.
Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun
cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya
dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam
pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi
aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik
maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat
kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan
pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan
terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin
terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan dan
tepat sasaran.
3.
Menguraikan
peran legislative dan pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi
Fungsi pengawasan merupakan
instrumen penting dalam jalannya pemerintahan untuk mengawal sekaligus
memastikan bahwa segala yang dilakukan maupun diprogramkan memang benar-benar
ditujukan untuk kepentingan masyakarat luas. Pada level daerah, fungsi
pengawasan salah satunya diperani oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Karena itulah optimalisasi peran DPRD merupakan hal yang sangat penting.
Yang tidak kalah pentingnya
adalah optimalisasi peran pers. Karena, selain memiliki fungsi pemberi
informasi dan edukasi, pers juga memiliki fungsi kontrol. Kaitannya dengan
fungsi kontrol, media dapat memberikan pengawasan dengan melakukan
kesinambungan berita yang berhubungan dengan kebijakan publik. Selain itu,
kontrol sosial dengan memberikan sanksi sosial kepada para penjahat kerah putih
pun menjadi cara mujarab untuk menekan geliat korupsi di Indonesia. Tak adanya
sensor ketat yang menyumbat keluwesan dan transparansi berita semakin membuat
media leluasa melontarkan senjata ampuh mereka.
Kolaborasi yang apik antara DPRD dan pers dalam menjalankan perannya – terutama terkait pengawasan – diyakini akan mampu meningkatkan kualitas jalannya pemerintahan. Yang pada akhirnya akan membawa dampak positif pada masyakarat.
Sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari workshop Penguatan peran DPRD, maka diusulkan juga pembuatan diskusi media bertema “Optimalisasi Peran Pers dan Legislatif dalam Pemberantasan Korupsi” yang akan melibatkan media tidak hanya sebagai narasumber, melainkan juga peserta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar