K.D 2.3 Menunjukkan sikap yang sesuai
dengan susunan hukum yang berlaku.
Tujuan Pembelajaran :
1. Menunjukkan contoh taat pada hukum di
masyarakat
2. Menjelaskan macam-macam perbuatan yang
melanggar hukum di masyarakat.
Contoh-contoh taat pada hukum di masyarakat :
¨
Sadar hukum di
Lingkungan Keluarga.
Setiap anggota
keluarga harus dapat mengembangkan kesadaran diri dengan membiasakan berprilaku
seperti dibawah ini :
·
Selalu menjaga
nama baik keluarga.
·
Mentaati aturan
keluarga yang berlaku.
·
Menggunakan fasilitas
keluarga secara baik.
·
Mendengarkan
nasihat dari orang tua.
·
Menghormati semua
anggota keluarga.
¨
Sadar hukum di
Lingkungan Sekolah.
Kesadaran hukum
dapat dikembangkan oleh setiap siswa sekolah dengan membiasakan diri melakukan
perilaku-perilaku sebagai berikut :
ü Selalu menaati peraturan yang berlaku di
Sekolah.
ü Disiplin belajar.
ü Ikut upacara bendera seminggu sekali.
ü Menyebrang jalan pada tempatnya.
ü Tidak membuat resah di Masyarakat.
¨
Sadar hukum di
Lingkungan Masyarakat.
Perilaku-perilaku
yang mencerminkan sikap sadar hukum, antara lain sebagai berikut :
§ Menjaga nama baik lingkungan masyarakat.
§ Menghormati sesama warga masyarakat.
§ Taat dan patuh terhadap aturan-aturan
masyarakat.
§ Tidak bertindak di luar Norma.
§ Selalu memelihara ketertiban, keamanan, dan
ketentraman.
¨
Sadar hukum di
Lingkungan Negara.
Bentuk sadar
hukum di dalam ruang lingkup kenegaraan antara lain sebagai berikut :
Ø Menjaga nama baik bangsa dan Negara.
Ø Taat dan patuh dalam menjalankan aturan-aturan
yang dikeluarkan oleh Negara.
Ø Membayar pajak.
Ø Saling hormat antar sesama warga.
Macam-macam
perbuatan yang melanggar hukum di masyarakat :
1. Pembajakan
Studi IDC menyebutkan tingkat pembajakan di
Indonesia dialami sebesar 85% dengan potensi kerugian sebesar US$544 juta pada
2008. Jika dibandingkan 2007 naik sebesar 1% dari 84% dengan potensi kerugian
sebesar US$411 juta. Dengan hasil 85% tersebut, Indonesia berada di posisi
ke-12 dari 110 negara di dunia yang menjadi subjek penelitian. Persentase
Indonesia ini sama dengan Vietnam dan Irak.
2. Pelangaran lalu lintas “yang ringan-ringan”
Tingginya pelanggaran lalu lintas bisa dilihat
dari angka pelanggaran yang terus meningkat. Data di Direktorat Lalulintas
Polda Metro Jaya tercatat catat 589.127 kasus selama tahun 2008 hingga awal 2009,
atau rata-rata sehari sekitar 1.000 lebih terjadi pelanggaran. Dari angka
tersebut, sekitar 60% dilakukan pengendara sepeda motor, 30% angkutan umum baik
Mikrolet, Bis, Metromini dan lainnya, 10% sisanya mobil pribadi. Angka
pelanggaran yang tercatat di kepolisian tersebut jauh lebih rendah dari yang sesungguhnya.
3. Pernikahan di bawah Umur
Laporan Pencapaian Millennium Development
Goal’s (MDG’s) Indonesia 2007 yang diterbitkan oleh Bappenas menyebutkan, bahwa
Penelitian Monitoring Pendidikan oleh Education Network for Justice di enam
desa/kelurahan di Kabupaten Serdang Badagai (Sumatera Utara), kota Bogor (Jawa
Barat), dan Kabupaten Pasuruhan (Jawa Timur) menemukan 28,10% informan menikah
pada usia di bawah 18 tahun. Mayoritas dari mereka adalah perempuan yakni
sebanyak 76,03%, dan terkonsentrasi di dua desa penelitian di Jawa Timur
(58,31%).
Angka tersebut sesuai dengan data dari BKKBN
yang menunjukkan tingginya pernikahan di bawah usia 16 tahun di Indonesia,
yaitu mencapai 25% dari jumlah pernikahan yang ada. Bahkan di beberapa daerah
persentasenya lebih besar, seperti Jawa Timur (39,43%), Kalimantan Selatan
(35,48%), Jambi (30,63%), Jawa Barat (36%), dan Jawa Tengah (27,84%).
4. Main Hakim Sendiri
4. Main Hakim Sendiri
Sebagai illustrasi kasus dapat kita segarkan
kembali ingatan kita pada peristiwa hukum main hakim sendiri, antara lain :
Perististiwa Pembunuhan dukun santet di Jawa-Timur, lebih kurang 200 orang
dieksekusi mati tanpa proses hukum ; Komplik di Sambas dan Poso di Sulawesi ;
Kerusuhan di Maluku ; Kekerasan di NAD ; Pengrusakan beberapa toko, kios dan
rumah oleh mereka yang diketahui berpakaian ninja di DIY ; dan yang paling
pahit untuk dikenang adalah perkelahian antara sesama anggota DPR RI pada
pembukaan sidang tahunan 2001 pada tanggal 01 Nopember 2001 yang langsung
disaksikan oleh ratusan juta rakyat Indonesia melalui layar kaca.
Semua fenomena tersebut menunjukkan bahwa
kelompok masyarakat kita cenderung menyiapkan kekuatan phisik sebagai langkah
antisipasi dalam menyelesaikan setiap masalahnya ketimbang menggunakan jalur
hukum yang mereka nilai tidak efektif. Budaya main hakim sendiri pada
perkembangannya akan melahirkan cara-cara lain seperti teror baik dengan
sasaran psikologis maupun phisik, atau yang lebih halus seperti intimidasi,
pembunuhan karakter dan lain sebagainya.
5. Buang Sampah Sembarangan
Pemandangan yang namanya sampah itu sudah
merupakan kenyataan sehari-hari. Banyak orang membuang sampah sembarangan, dari
yang berpendidikan tinggi sampai yang rendah, dari yang kaya sampai yang
miskin, dari mereka yang (maaf) menjabat sampai yang tidak menjabat.
Sampai-sampai ada orang yang menyatakan bahwa buang sampah sembarangan sudah
menjadi tradisi atau budaya.
Yah, memang masalah sampah bagaikan lingkaran
setan yang tidak ada putus-putusnya. Penanganan sampah gampang-gampang susah.
Gampang jika kita semua sadar untuk tidak membuang sampah sembarangan. Gampang
jika fasilitas persampahan untuk cukup dan terpelihara. Gampang jika semua
aturan mengenai persampahan ditegakkan. Gampang jika semua petugas bekerja
penuh semangat. Susah, ya jika sebagian besar masyarakat suka buang
sembarangan. Susah jika aturan tidak ditegakkan. Susah kalau fasilitas tidak
cukup dan tidak dipelihara. Susah kalau kita saling tuding, saling menyalahkan,
saling berlepas diri.
6. Pemukiman di sembarang Tempat
6. Pemukiman di sembarang Tempat
Pengaruh pertambahan penduduk di lingkungan
perkotaan terhadap kehidupan masyarakat, dapat bersifat positif bersifat
negatif. Yang paling banyak disoroti oleh para perencana kota adalah pengaruh
negatif pertambahan penduduk, antara lain terbentuknya pemukiman kumuh, yang
sering disebut sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial
menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya
berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial
lainnya. Disamping itu, Mc Gee (1971) memandang bahwa perpindahan penduduk ke
kota sering mengakibatkan urban berlebih yang pada akhirnya menimbulkan banyak
masalah yang berhubungan dengan pengangguran, ketidakpuasan di bidang sosial
dan ekonomi. Contoh : Pemukiman di pinggir kali, di sekitar rel kereta api,
dll.
7. Diskriminasi dan Sara
Sampai saat ini para pelaku diskriminasi dan
SARA masih terbilang kurang terkena dampak hukum di Indonesia, makanya bisa
dilakukan terus-menerus dan berkelanjutan. Tragedi 13-15 Mei 1998 yang terjadi
merupakan peristiwa politik yang sadis, kejam dan melanggar Hak Asasi Manusia.
Tragedi tersebut tentunya tidak berhenti hanya sebagai problematika rasial,
tapi telah menjadi momentum pembenaran bagi lahirnya peristiwa
kekerasan-kekerasan berikutnya. Peristiwa Trisakti, Semanggi I dan II,
Ketapang, Kupang, Aceh, Maluku, Papua, Kalimantan Barat, Poso, Makassar, Medan,
Mataram, Yogyakarta, Yayasan Doulos, Banyuwangi, dan banyak lagi lainnya, hanya
dilihat sebagai peristiwa politik yang layak disesalkan, tapi tidak untuk
dituntaskan penyelesaian hukumnya.
8. Pengemis
8. Pengemis
Tindakan tegas yang dilakukan Dinas Sosial
terhadap pemberi sedekah kepada pengemis di jalan sesuai dengan Perda Nomor 8
tahun 2007 tentang Ketertiban Umum. Sanksi yang tercantum dalam perda cukup
berat, kurungan tiga bulan atau denda maksimal Rp 20 juta. Dan untuk si pemberi
sedekah akan didenda Rp 300 ribu.Operasi penertiban sosial sudah menjadi agenda
Dinas Sosial dalam menekan angka pengemis jalanan yang terus meningkat tiap
tahunnya, terutama menjelang puasa dan Lebaran.
9. Kelakuan Para Pejabat
Contoh : Sebanyak 75 mobil dinas anggota DPRD
DKI Jakarta masa jabatan 2004-2009 belum dikembalikan ke Pemerintah Provinsi
DKI Jakarta. Padahal, para wakil rakyat itu sudah mengakhiri masa jabatannya
pada Selasa (25/8). Para anggota Dewan kecuali empat pimpinan Dewan diberi
fasilitas berupa mobil dinas Toyota Altis tahun 2007. Mobil itu dibeli dengan
menggunakan APBD DKI dan berfungsi sebagai mobil operasional. Jadi, begitu
anggota Dewan berhenti, mereka wajib mengembalikan mobil tersebut. Masih banyak
lagi sebenarnya seperti : Tidur saat rapat paripurna, kasus suap dan
korupsi, berkelahi sampai video porno, kalau semuanya dibahas satu persatu
tidak akan cukup. Setidaknya itulah gambaran negatif kelakuan para pejabat
yang tidak perlu ditiru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar